Penyelesaian Konflik Politik ala Aburizal Bakrie
Saat suara pengurus DPD I ragu dan gamang, Aburizal Bakrie, justru
mengumpulkannya dan mengajak mereka bermusyawarah dan bermufakat memilih
Munaslub sebagai jalan menyelesaikan kisruh partai. Inilah cara terbaik
yang dipercayai mengatasi persoalan partai.
Padahal dengan Munaslub dia akan lengser sebagai Ketua Umum Partai
Golkar. Diapun menyadari sepenuhnya konsekuensinya.
Seperti dia katakan
akan 'tut wuri handayani' (membibing dari belakang). Dan akan mendorong
kaum muda untuk bersaing secara demokratis menggantikannya. Suasana pertemuan kemarin sore itu sangat emosional. Bahkan beberapa
diantaranya ada yang tak rela dengan pilihan Munaslub. Namun Aburizal
menjaminnya bahwa itulah terbaik. Dia juga menjamin tidak akan
meninggalkan partai ini dan memastikan tetap menjadi bagian Golkar meski
lengser dari posisi Ketua Umum.
Kisruh yang mendera partai beringin kali ini memang tergolong pelik.
Banyak faktor yang berkelindan. Baik internal maupun eksternal. Berbagai
upaya ditempuh tak segera menyelesaikan masalah. Bahkan nyaris seperti
benang kusut atau seperti gelapnya malam pekat yang tak memberikan
harapan.
Namun Aburizal adalah organisator tulen. Sikapnya tak mudah tergiur
dan oleh oleh godaan dan hempasan badai. Dia tetap memilih memegang
teguh dan menegakkan serta mempertahankan aturan organisasi atau AD/ART
partai. Meski konsekuensinya amat berat dan tidak ringan.
Tidak sedikit energi yang dia korbankan dan habiskan menghadapi
kisruh internal partai selama setahun lebih sedikit ini. Baik materiil
maupun non materiil. Bahkan tidak sedikit yang menilainya sebagai
politisi kupeg atau kaku. Tidak fleksibel dan kurang pandai bermanuver
serta terlalu polos.
Aburizal sejatinya tetap memilih jalur hukum untuk menyelesaikan
krisis politik yang melanda Partai Golkar. Dia berpendirian bahwa dalam
demokrasi maka supremasi hukum adalah yang utama. Maka dipilihlah jalur
hukum melalui peradilan. Dengan sabar diajaknya seluruh kader menempuh
proses hukum ini.
Namun, setahun lebih proses hukum yang memakan dan menguras energi
dan emosi itu tak juga berujung pada penyelesaian krisis politik Partai
Golkar. Padahal, masih banyak agenda-agenda politik nasional yang harus
dihadapi oleh partai. Baik Pilkada 2017, Pemilu 2019 serta masa depan
partai.
Realitas politik tak bisa dihindari. Pengorbanan Aburizal
mengantarkannya pada pilihan bahwa proses politik dibutuhkan untuk
mengakhiri krisis politik partai yang dipimpinnya. Kendati pahit,
Aburizal memilih menerima realitas politik kekuasaan mengalahkan
supremasi hukum untuk menuntaskan kisruh internal partai.
Meski ikut berada didalamnya, Aburizal tak ingin larut dalam arus
deras pertikaian politik. Dia juga tak ingin menyalahkan kusut dan
gelapnya malam persoalan kisruh internal partai yang dipimpinnya. Meski
mengakui pahit, Aburizal memilih menyalakan lilin agar ada cahaya untuk
menuju jalan keluar menyelesaikan kisruh Partai Golkar.
Tak mudah memang. Bukan hanya bagi Aburizal, namun sejatinya juga
bagi bangsa ini. Sebab, kisruh yang dialami Partai Golkar adalah sejarah
baru dalam langit politik di tanah air. Aburizal memilih meninggalkan
legacy penyelesaian krisis politik yang baik dan elegan. Sang waktu yang
mencatat dan mengujinya.(*)
Sumber: teropongsenayan
0 komentar