Emotional Politic, Strategi Komunikasi Paling Diminati
Published on Senin, 01 Februari 2016
06.39 //
KOMUNIKASI POLITIK
Branding
sesungguhnya berkaitan dengan pangsa pikiran dan emosi, bukan dengan
pangsa pasar.
---Marc
Gobe--
Mengawali
tulisan kali ini saya ingin mengajak pembaca membuka memori otak kita
tentang presiden Indonesia, Soekarno, Soeharto, Gusdur, Megawati
Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono atau
biasa dikenal dengan singkatan SBY serta Jokowi. Manfaatnya apa?. Ini ada
kaitannya dengan tema tulisan. Ide awal menulis tema tentang Emotional Politic
ini muncul ketika saya membaca buku karangan Marc Gobe, seorang ahli
branding merek yang berjudul Emotional
Branding.
Marc
memang tidak membahas tentang politik tetapi khusus mengenai branding
merek- merek terkenal di Amerika Serikat. Namun menurut penulis
branding merek pada produk komersial tidak jauh berbeda dengan
politik. Saya merasa yakin kalau kesimpulan ini tidak keliru 100
persen karena berdasarkan bukti empiris. Sebagai seorang jurnalis
saya menemukan fakta-fakta yang membuktikan bahwa dalam konteks
strategi marketing produk komersial 99,9 persen memiliki kesamaan
dengan strategi marketing politik. Mulai dari Marketing
Communication Consept,
manajemen event, advertising hingga branding personal. Bahkan sampai
hal teknis seperti direct selling, manajemen distribusi hingga
manajemen risiko, nyaris tidak ada bedanya.
Istilahnya
saja yang berbeda tetapi pada substansinya sama, yaitu bagaimana
memengaruhi konsumen dalam hal ini pemilih agar menjadi konsumen
(pemilih) loyal sehingga menguntungkan partai politik. Dengan
menguasai pasar maka bisa lebih lama menjadi market leader sehingga
menjadi partai pemenang sepanjang massa. Kita
buka memori pertama yaitu Presiden Soekarno. Sang proklamator ini
sangat menonjol pada sisi emotional
branding. Cara dia berpidato,
cara dia membangkitkan semangat rakyatnya, cara dia memperlakukan
tamu negara dan hingga tukang masak istana pun Soekarno selalu
melakukan emotional politic.
Emotional
politic inilah yang membuat
Soekarno masih memiliki pendukung loyal hingga kini. Bukan saja
pribadi Soekarno, tetapi barang-barang peninggalan Soekarno mulai
dari cincin sampai isu soal harta karun Soekarno. Inilah pendekatan
politik riil yang ternyata menjadi metode modern oleh sejumlah
perusahaan ternama dan diadopsi oleh para politisi. Dalam produk
komersial, sebuah merek yang ingin memiliki konsumen loyal dan
bertahan lebih lama harus mengguggah perasaan konsumen.
Ini
pula yang dilakukan Teh Botol Sosro. Komunikasi produk ini begitu
sederhana dan menyentuh perasaan konsumen di Indonesia. Apapun
Makannya, Minumnya The Botol Sosro, sebuah tagline dan gaya
komunikasi yang cerdas karena mampu mengguggah emosional konsumen
Indonesia. Wajar kalau produknya bertengger di papan atas. Inilah
yang disebut Marc Gobe suatu merek menjadi hidup bagi masyarakat dan
membentuk hubungan mendalam dan tahan lama. Kembali
pada politik, emotional politic
juga dilakukan Soeharto.
Bagaimana ia mampu mendoktrin azas
Pancasila, bagaimana Soeharto membentuk opini publik bahwa dialah
bapak pembangunan. Dan yang tidak kalah pentingnya bagaimana Soeharto
membangun hubungan emotional yang cukup kuat dengan kalangan militer.
Lagi-lagi semua itu adalah bagian dari emotional
politic. Ini
pula yang dilakukan
Megawati Soekarnoputri yang ketika itu dijadikan simbol wong cilik.
Emosi rakyat kecil disentuh sehingga mengguggah rasa dan kesetiaan
rakyat terhadap Megawati.
Presiden
SBY pun demikian. Emotional
politic dia lakukan sehingga
terpilih untuk kali keduanya menjadi presiden. Ia dikenal sosok yang
memiliki paras gagah dan dalam posisi terzalimi karena ada kesan
dikucilkan di masa pemerintahan Megawati saat masih menjabat sebagai
Menteri Polhukam. Lagi-lagi emotional
politic berperan di sini dan
mampu menggaet pemilih. Rakyat kali pertama memilih SBY bukan karena
leadershipnya karena sebagian rakyat tidak mengetahui sebelumnya
siapa SBY. Namun berkat emotional
politic SBY mampu
menyingkirkan pesaingnya.
Hal serupa juga dilakukan oleh Irna Narulita, Bupati Pandeglang yang sukses merebut kursi nomor 1 di kota santri ini. Irna dalam kampanyenya lebih banyak menggunakan strategi emotional politic ketimbang lainnya. Jangan heran kalau kemudian ia lebih banyak dikerubuti pendukungnya terutama ibu-ibu. Tampak dalam kampanye Irna sedang berada di dapur milik salah seorang warga sambil jongkok. Bagi Anda yang mengerti politik pasti paham maksud yang sebenarnya, namun bagi kebanyakan warga tidak sampai menganalisa seperti apa yang akademisi atau para praktisi politik lakukan.
Penulis
tidak sedang membahas apakah foto tersebut kepribadian personal yang
bersangkutan atau sekadar rekayasa. Namun, dalam memasarkan produk
apalagi branding personal maka hal itu harus dilakukan mengingat ada
pesaing yang dipastikan melakukan hal serupa. Anda lihat Jokowi,
branding personal dengan kemeja kotak-kotaknya cukup emosional ditambah
gaya komunikasi Jokowi yang apa adanya dan mudah dipahami masyarakat.
Emotional
politic yang
penulis maksud
bukanlah money, melainkan rasa dan cara politisi melakukan komunikasi
politik. Gugahlah rasa para pemilih melalui ikatan emotional yang
kuat. Dalam produk komersial rakyat adalah calon konsumen yang memiliki
selera macam-macam. Cuma satu yang tidak bisa dibedakan yaitu urusan
emosional.
Mengapa
emotional politic parlu dilakukan?. Alasannya cukup sederhana yaitu karena yang
dibidik adalah manusia, dimana mereka memiliki rasa dan keinginan
serta kepribadian yang bermacam-macam karena memiliki latar belakang berbeda.
Dalam teori Psikologi menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia
terdiri dari tiga struktur yaitu Id, Ego dan Superego. Id adalah
keinginan untuk selalu merasa puas. Keinginan ini diatur oleh Ego
agar tidak bertentangan dengan lingkungan sosial, sedangkan Superego
sendiri adalah bagian moralitas. Pada bagian inilah emotional
politic bermain sehingga
timbal baliknya adalah emotional positive dari pemilih yang akan menguntungkan sang calon.
0 komentar